Jumat, 09 Juni 2023

SINAR MENTARI #2

 Wahh.. Sudah lama ya, kedaiaksara_afku tidak memposting tulisan, hehe... Siapa nih yang nungguin kelanjutan cerita dari Sinar Mentari?. Yuk, gas baca hihi.

(Disarankan untuk membaca Sinar Mentari part 1 terlebih dahulu ya.)


    Suara tangisan bayi terdengar semakin keras, Anton kewalahan untuk menenangkan putrinya. Ia berusaha untuk menggendong putri kecilnya, sesekali menimang-nimangnya diiringi dengan bacaan sholawat nabi. Tiga puluh menit sudah Anton melakukannya, anak digendongannya perlahan diam dan memejamkan mata pertanda tidur. Ia menurunkan putri kecilnya dari gendongan dan meletakkan kembali ke kasur bayi di samping istrinya yang sedang tertidur pulas. Rupanya dari tadi siang si bayi mungil tersebut rewel minta digendong terus tidak mau diturunkan dari gendongan sang ibu.

        Anton sengaja tidak membangunkan istrinya, dia kasihan dengan istrinya karena dari pagi sampai magrib tadi sudah menjaga dan merawat putrinya dengan maksimal. Ketika malam tiba, menjadi jadwalnya Anton untuk gantian menjaga dan merawat putri mungilnya. Sebagai seorang laki-laki, Anton tau betul bagaimana cara memuliakan perempuan terutama istrinya. Menurutnya, peran menjaga, merawat dan mendidik anak bukan hanya menjadi tugas perempuan akan tetapi menjadi tugas laki-laki juga. Anak merupakan amanah dari Allah yang dititipkan kepada kedua orangtuanya, jadi sudah selayaknya kedua orangtuanyalah yang harus bertanggungjawab terkait dengan anak yang diamanahkan tersebut. Tidak hanya membebankan kepada salah satu pihak.

            Si bayi tertidur nyenyak disamping ibundanya. Bulir-bulir  sisa air mata masih menempel di pipi yang putih kemerahan. Selimut bulu tebal berwarna biru dengan hiasan kartun doraemon menutup hampir semua badannya, kecuali wajah. Pelukan dari ayah dan ibundanya menambah kehangatan di dini hari. Jam dinding menunjukkan pukul 02.00, tiga orang manusia penuh cinta saling berbagi kasih sayang sedang menikmati waktu istirahat dengan tidur di satu ranjang kayu berwarna cokelat.

“Tek.. Tek.. Tek”, hanya terdengar suara putaran jarum jam dinding malam itu. Sementara kondisi bumi mulai lenggang dengan aktivitas, malam terasa mencekam dengan udara dingin yang masuk ke ruas-ruas tulang.

***

            Suara kokok ayam bersahutan pertanda waktu fajar telah tiba. Asap mengepul berasal dari dapur, irama percikan air yang jatuh ke tanah membasahi bumi, suara adzan berkumandang saling bersahutan di antara beberapa mushola. Air mengalir deras dari kran, beberapa manusia berwudhu sebelum melakukan shalat subuh berjamaah. Dua orang perempuan berjalan cepat menuju mushola mengenakan mukena berwarna putih dengan sajadah terselempang di bahu kanannya.

            Cat dinding kamar berwarna putih mulai memudar, banyak coretan-coretan hasil buah tangan Sinar ketika waktu kecil dulu. Kini, bayi mungil itu telah tumbuh menjadi seorang gadis. Ia sedang duduk di bangku Madrasah Aliyah kelas 3. Ia tergolong siswi yang rajin dan berprestasi, selalu berhasil menjadi juara pertama di kelasnya, beberapa kali menang dalam lomba debat Bahasa Arab di tingkat nasional. Keterampilan bahasa Arabnya semakin terasah tatkala ia rutin mengikuti ekstrakulikuler bahasa di madrasahnya.

"Uhuk.. Uhuk.." Terdengar suara batuk dari kamar belakang.

            Pak Anton terbaring lemah di tempat tidurnya. Sudah hampir satu tahun belakangan ini sering keluar masuk rumah sakit guna pengobatan. Dokter telah memvonis Pak Anton menderita penyakit jantung koroner, terhitung sudah empat kali dalam satu tahun ini ia menjalankan rawat inap di rumah sakit. Biaya yang dikeluarkan cukup besar sehingga terpaksa mengorbankan dana tabungan pendidikan Sinar yang akan digunakan untuk melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi. Pak Anton dan istrinya menginginkan anak semata wayangnya bisa melanjutkan pendidikan hingga jenjang pendidikan tinggi, maka dari itu ia bersama istrinya mempersiapkan dana pendidikan untuk anaknya. Tidak ingin anaknya memiliki nasib seperti mereka berdua yang hanya mampu menempuh pendidikan hingga tamat Sekolah Dasar saja, tidak bisa melanjutkan sekolah karena keterbatasan biaya dan kondisi ekonomi keluarga yang kurang. Namun, manusia hanya bisa merencanakan dan mempersiapkan, dana tabungan pendidikan Sinar habis digunakan untuk membayar biaya perawatan dan pengobatan ayahnya. Kondisi kesehatan Pak Anton semakin hari semakin memburuk. Nafsu makannya berkurang, berat badannya menurun secara drastis.

Pagi itu, Pak Anton hendak buang air kecil ke kamar mandi, ia berusaha berjalan sendiri menggunakan bantuan tongkat. Selain punya penyakit jantung koroner, Pak Anton mempunyai riwayat gejala stroke, sehingga harus hati-hati ketika berjalan saat kondisi sedang sakit. Buk Darmi, begitu sapaan dari istri Pak Anton sedang mempersiapkan makanan untuk sarapan pagi. Di kamar depan, Sinar bersiap-siap untuk pergi ke sekolah, ia meneliti kembali buku-buku yang dimasukkan ke dalam ransel disesuaikan dengan jadwal pelajaran hari itu.

"Praak..." suara tongkat jatuh tergeletak di lantai depan kamar mandi.

"Buk, apa yng jatuh? "Teriak Sinar dari dalam kamar.

"Ayahmu, Nak." Jawab Buk Darmi iba.

Sinar berlari menuju kamar mandi, ia dapati tubuh ayahnya sudah tergrletak di lantai depan kamar mandi dengan tongkat yang terletak agak jauh. Ibu dan Sinar berusaha menolong Pak Anton, membantunya untuk bisa berdiri lagi. Sinar memberikan tongkat kepada ayahnya dan menuntun berjalan untuk kembali lagi ke kamar. Tubuh Pak Anton semakin lemah, wajahnya pucat pasi, tubuhnya semkin kurus. Ibu datang membawa minuman hangat, menyuapkan sedikit demi sedikit ke mulut Pak Anton. Sinar bergegas untuk pergi ke sekolah, akan tetapi sang ayah menahannya.

"Sini dulu, Nak. Duduk samping ayah. Ayah kangen dibacakan sholawat nabi." Tutur Pak Anton pelan dan terbata bata.

Sinar menuruti perintah ayahnya, ia duduk di kursi samping tempat tidur ayahnya. Membacakan sholawat nabi dan sesekali memijat lembut kaki ayahnya. Lima belas menit sudah Sinar membacakan sholawat nabi untuk ayahnya. Ia berniat untuk pamit pergi ke sekolah karena jam sudah menunjukkan pukul 06.45. Tiba-tiba ayahnya bilang "Suaramu merdu, Nak. Ayah tidur dulu, ya. Kamu yang rajin sekolahnya, wujudkan mimpimu bisa mengenyam pendidikan tinggi." Ucap pelan Pak Anton.

"Iya, Yah. Sinar pasti bisa mewujudkan cita-cita itu. Sinar bisa kuliah sampai S2 atau S3 sekalian." Jawab Sinar dengan penuh pengharapan sembari mencium lembut tangan sang ayah.

Lalu, ia menolek ke arah ayahnya. Wajah pucat itu tampak tersenyum, matanya tertutup rapat pertanda sudah tidur. Sinar sedikit lega karena ayahnya bisa istirahat sehingga ia bisa berangkat sekolah hari ini. Tapi, ada yang aneh sepertinya. Tidak ada hembusan nafas yang keluar dari lubang hidung ayahnya. Apakah benar begitu? Ia masih belum yakin. Berjalan menuju kamar belakang dan memerhatikan wajah ayahnya, mencoba meletakkan jari telunjuk di depan hidung ayahnya, berusaha mencari denyut nadi yang ada di lengan ayahnya. Tapi nihil. "Ayah sudah tidak ada, ayah sudah meninggal dunia," batinnya dalam hati.

"Ibuuuuk.. Ayah udah nggak ada buk. Ayah udah meninggal Buk.." teriak ia sambil memegang badan ayahnya.

            Rasanya masih belum percaya dengan kenyataan ini. Ayahnya izin tidur, ternyata tidur untuk selamanya. Sedangkan ia masih duduk di kelas 3 Madrasah Aliyah, 6 bulan lagi ia akan lulus. Ayahnya sudah lebih dulu pulang ke pangkuan-Nya sebelum melihat ia wisuda. Pilu sekali suasana hati Sinar saat itu, terbayang kembali semua moment-moment indah bersama ayahnya. Ayah yang selalu mengantarkannya pergi ke sekolah saat ia kecil, ayah yang selalu bilang "sekolahnya yang rajin ya, pokoknya harus bisa sekolah sampai perguruan tinggi, jangan seperti ayah dan ibu yang hanya lulusan Sekolah Dasar." Ayah sebagai cinta pertama anak perempuannya kini sudah tiada, tak ada lagi dongeng lucu yang penuh makna yang biasa ia bawakan menjelang tidur malam, tak ada lagi alunan irama sholawat nabi yang merdu dinyanyikan olehnya.

Ibu berusaha menguatkan Sinar, padahal dirinya sendiri sedang butuh dikuatkan. Uang tabungan telah habis untuk biaya pengobatan hingga tabungan dana pendidikan rela digunakan. Terlintas banyak sekali pertanyaan di dalam pikiran ibunya. Darimana ia akan membiayai dan menghidupi Sinar? Apakah masih bisa ia mewujudkan cita-cita untuk memberikan pendidikan hingga jenjang perguruan tinggi ke anaknya? "Ya Allah, kuatkan dan tabahkanlah hamba," doanya dalam hati.

Prosesi pemakaman suaminya berjalan lancar, banyak saudara dan tetangga yang datang ke rumah turut berduka cita.

***

Kebaya merah lengkap dengan kain batik sebagai jarik dikenakan oleh Buk Darmi. Ia berdandan seorang diri khusus untuk menghadiri acara purnawiyata dan wisuda anak perempuan satu-satunya. Sorak penonton ramai memenuhi gedung Anthena, mereka memberikan tepuk tangan yang meriah ketika nama Sinar Mentari disebut sebagai juara 1 peraih Ujian Nasional Tingkat Kabupaten Indragiri Hilir. Ia berhasil membawa nama baik sekolah dengan pencapaian prestasinya. Kepala Madrasah memberikan hadiah berupa uang pendidikan gratis selama 4 tahun untuk kuliah di salah satu kampus negeri di Pulau Jawa. Madrasah memfasilitasi sebagai bentuk apresiasi terhadap Sinar yang sudah banyak mengharumkan nama madrasah. Haru bercampur bahagia perasaan hatinya saat itu, ia peluk erat tubuh ibunya.

"Buk.. Aku akan melanjutkan pendidikan ke Jawa. Aku janji akan mewujudkan cita-cita almarhum ayah dan ibu." Ucapnya penuh semangat.

Tak terasa air mata menetes di pipi Buk Darmi, anak perempuan semata wayangnya kini sudah menjadi seorang gadis yang sebentar lagi akan meninggalkannya sementara waktu untuk melanjutkan pendidikan di Pulau Jawa. Ia sangat bersyukur sekali dengan adanya hadiah dari kepala madrasah untuk anaknya. Pertanyaan-pertanyaan yang selalu melintasi pikirannya menjelang tidur malam terkait kelanjutan biaya pendidikan anaknya terjawab sudah. Ia sangat bersyukur, akhirnya doa-doa yang dipanjatkan seusai sholat dan di sepertiga malam diijabah sama Allah. Allah Maha Kaya, Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Allah adalah Maha dari segala Maha. Buk Darmi memeluk erat tubuh putrinya.

Sinar Mentari, begitulah namanya. Membawa sinar pengharapan bagi keluarganya. Kini, ia akan menjadi seorang mahasiswi. Satu-satunya siswi di madrasahnya yang mempunyai kesempatan bisa kuliah gratis di salah satu kampus negeri Pulau Jawa. Universitas Pendidikan Indonesia, tempat dimana ia menuntut ilmu untuk 4 tahun ke depan. Ia mengambil jurusan Pendidikan Sosiologi, berharap seusai lulus nanti dapat kembali ke daerahnya untuk mengabdikan ilmunya kepada masyarakat. Sejak duduk di kelas X, ia menyukai pelajaran Sosiologi atau hal-hal yang berkaitan dengan masyarakat. Beberapa kali pernah menjuarai Olimpiade Sosiologi tingkat Nasional, menjadikan ia semakin mantap untuk memilih jurusan Pendidikan Sosiologi di perguruan tinggi.

            Biar bagaimanapun kondisinya, pendidikan anak menjadi suatu hal yang diprioritaskan. Pendidikan itu sepanjang hayat, sejak kita berada dalam kandungan sampai kita di liang lahat. Kondisi keluarga yang tidak utuh dan minimnya ekonomi tidak menyurutkan langkah kita tuk terus memberikan pendidikan terbaik kepada anak-anak. Teruslah berusaha, ikhtiar semampunya dan berdoa minta kepada Allah yang Maha Rahman dan Rahim. 

Di era modern seperti sekarang, pendidikan tidak memandang jenis kelamin. Laki-laki atau perempuan mempunyai kesempatan yang sama untuk menempuh pendidikan hingga jenjang perguruan tinggi, sebisa mngkin setinggi-tingginya. Perempuan-perempuan bisa memberikan kontribusinya dalam perubahan sosial dengan bekal pendidikan. Semakin banyak kita mendidik perempuan, maka semakin banyak pula kita mendidik calon generasi mendatang. Teruslah bersinar bak mentari yang memberikan manfaat ke semua orang, ke masyarakat dan lingkungan sekitar. Begitulah pesan ibunda yang tertulis pada selembar surat, terbaca disaat Sinar sedang duduk menikmati perjalanan dengan pesawat yang melesat menembus awan.

Penulis : Afriska Kusnia


Cerita Pendek ini telah diterbitkan dalam Buku Antologi berjudul "Mengapa Perempuan Harus Berpendidikan?" dalam rangka peringatan 2 tahun berdirinya komunitas @rumahmasyarakat.id oleh penerbit Ruang Karya, 2022.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SURYA MALAM HARI #2

  Diharapkan untuk membaca part 1 terlebih dahulu, ya. . . . Tepat ketika Dea berangkat pulang dari Stasiun Bandung pukul 15.45 WIB kemarin,...