Minggu, 20 Juni 2021

REVIEW BUKU - Filsafat Kebahagiaan - Rusfian Effendi (2017)

Sebuah Review dan Pemaknaan Isi

Oleh : Afriska Kusnia


Hallo, kawan-kawan semua. Semoga selalu sehat ya. Bertemu lagi dengan saya dengan sebuah review dan pemaknaan isi dari buku yang berjudul Filsafat Kebahagiaan karya dari Rusfian Effendi. Buku ini menjelaskan kebahagiaan dari 4 tokoh filsuf yaitu Plato, Aristoteles, Al Ghazali dan Al Farabi. 

Bagaimana buku ini sampai kepada saya, salah satunya karena takdir Tuhan, karena apa yang telah ditakdirkan dibaca untukmu akan dipermudah menemuimu. Hehee, biar makin optimis ya menjalankan kehidupan dengan seabrek tuntutan pencapaian dan masalah pernak-perniknya.

Seperti biasa, lagi-lagi buku ini saya pinjam dari IPusNas ( Perpustakaan Digital Nasional Republik Indonesia). Sebenarnya ada banyak buku tentang filsafat disana, tapi saya memilih buku Filsafat Kebahagiaan ini karena beberapa alasan. Hmm.. Apaan tuh?

Sedang galau ya? Kurang bahagia? Sering overthingking hingga larut malam? Atau lagi sedih karena barusan ditinggal orang tersayang. Hahaha.. Bisa aja.

Ini alasannya kenapa saya lebih memilih buku Filsafat Kebahagiaan daripada buku lainnya :

1. Menjawab rasa keingintahuan saya mengenai apa itu makna bahagia dari kacamata para filsuf.
2. Buku ini itu worth it aja menurutku karena di paparkan 4 tokoh filsuf fenomenal, 2 tokoh dari Barat, 2 tokoh lainnya dari Timur bernuansa islam
3. Kenapa harus Kebahagiaan? Biar hidup semakin bahagia. Wkwkwk.. Kalau Pendidikan udah pernah ya waktu kuliah,jadi pengen aja belajar sesuatu yang baru.

Baiklah. Mari kita mulai mereview dan memaknai isi buku ini.

Pertama, dari desain sampul buku ini berwarna dominan hitam dibalut dengan nuansa wajah tokoh filsuf, tulisan judul berwarna kuning menambah nuansa terang dan penasaran untuk membacanya.

Kedua, layouting bukunya menurut saya kurang menarik karena hanya ada tulisan isi dan nomor halaman saja, tanpa ada hiasan pada footer atau headernya. Sedikit membuat bosan ketika membaca, kalau trik dari saja ketika baca sambil duduk di kursi teras ditemani secangkir kopi atau coklat panas saja. Saat bosan menghampiri, tinggal sruput sedikit coklatnya dan alihkan mata ke pemandangan depan rumah, tanaman hijau yang mulai semi atau malah hiruk pikuk jalan raya yang enggan sepi.

Ketiga, dari segi bahasa digunakan bahasa ilmiah yang mudah diserap dan dipahami, penulis juga memaparkan contoh dikaitkan dengan analogi sederhana dan realita kehidupan. Sehingga mempermudah pembaca memahami makna filsafat kebahagiaan secara sederhana tapi mengena. Awalnya, saya berfikir baca buku filsafat itu bakalan membosankan, melelahkan, dan capek karena harus menerjemahkan tulisan ilmiah ke dalam pemahaman pikiran. Tapi lantaran membaca buku ini saya dapat mudah memahaminya dengan bahasa cukup ringan meskipun masih ada istilah-istilah yang tidak banyak diketahui oleh orang awam. 

Keempat, dari segi isi buku.

Seperti yang sudah saya tuliskan diatas bahwasannya buku ini menjelaskan makna Filsafat Kebahagiaan dari 4 tokoh filsuf terkemuka. Begini penjabaran maknanya :

1. Plato

Tentunya sudah tidak asing lagi bukan dengan nama tokoh ini? Ya, Plato adalah murid dari Socrates, dan gurunya Aristoteles.

Plato membagi manusia menjadi badan dan jiwa. Badan adalah tempat dimana jiwa bersemayam, badan sifatnya sementara sedangkan jiwa itu abadi dan mengandung eksistensi diri.

Menurut Plato, gerak jiwa untuk meraih kebahagiaan harus mengarah ke sesuatu di luar diri manusia yang biasa disebut Tuhan (Sang Maha Baik). Jiwa yang bergerak kepada Tuhan akan menemukan kebahagiaannya, berbeda dengan jiwa yang bergerak mengikuti sifat fisik dan materi bukan kebahagiaan yang didapat tetapi malah kegundahan yang tak menemui ujung.

Plato menjelaskan bahwa orang baik itu apabila ia dikuasai oleh AKAL BUDI, dan buruk apabila dikuasai oleh KEINGINAN dan HAWA NAFSU.

Konsep kebahagiaan menurut Plato lebih bersifat individual, ia membagi unsur jiwa menjadi ephitumia, thumos, logostikon, dan eros.

Ephitumia, kebutuhan biologis yang daerahnya wilayah perut ke bawah seperti makan, minum, dan seks.

Thumos, wilayah dada yang isinya hasrat jiwa berkaitan dengan harga diri, agresivitas dan penghormatan.

Logostikon, wilayah kepala berkaitan dengan akal dan pikiran.

Sedangkan Eros adalah dorongan yang melekat dalam ketiga unsur jiwa tersebut sebagai pemberi warna.

Untuk mencapai kebahagiaan, ephitumia dan thumos harus dikendalikan oleh logostikon, dan eros akan membantu mengarahkan pada Sang Maha Baik untuk mencapai kebahagiaan. 

2. Aristoteles.

Aristoteles membagi dua tipe filsafat teoretis dan filsafat praktis.

Filsafat teoretis merupakan cara akal melihat suatu gejala yang terjadi, sedangkan filsafat praktis lebih ke penyelidikan terhadap tindakan dan tingkahlaku manusia ke ranah sosial.

Menurut Aristoteles, manusia harus memiliki sifat bijaksana dan menjadi manusia utama untuk mencapai kebahagiaan. Kebijaksanaan yang melekat dalam diri sendirilah yang membuat manusia menjadi utama.

3. Al Ghazali.

Al Ghazali merupakan filsuf yang mempunyai kelebihan daya ingat yang kuat dan luar biasa.

Kebahagiaan sejati dapat diraih dengan memperhatikan tiga hal dalam diri manusia, yaitu : kekuatan amarah, kekuatan syahwat, dan kekuatan ilmu.

Kekuatan ilmu harus bisa menaklukkan kekuatan syahwat dan amarah agar bisa mencapai puncak ma'rifatullah yang mengantarkan pada kebahagiaan sejati.

Nikmat kebahagiaan dibaginya menjadi 5 macam terdiri dari nikmat kebahagiaan akhirat, nikmat kebahagiaan jiwa, nikmat kebahagiaan badan, nikmat eksternal dan nikmat keutamaan taufik yang masing-masing bagian memiliki keterikatan.

Al Ghazali memaparkan juga mengenai kebahagiaan dalam muhasabah dan dzikir, dalam musik dan tarian, kebahagiaan dalam mengenal Allah dan dunia, kebahagiaan dalam perkawinan hingga bahagia dengan berakhlak mulia. 

4. Al Farabi.

Apabila dalam pemikiran Plato kebahagiaan bersifat individual, Al Farabi memaparkan kebahagiaan lebih bernuansa sosial (hidup bersama dalam mencapai kebahagiaan). 

Al Farabi membagi kebahagiaan ke dalam beberapa kategori, yaitu :

Al-Ijtima' al-Fadil (kelompok masyarakat)

Al-madinah al-Fadilah (kota)

Al-Ma'munah al-Fadilah (negara)

Kebahagiaan individu tidak akan tercapai apabila tidak ada kebahagiaan dalam masyarakat, kota, dan negara yang masing-masing wilayah saling memengaruhi satu sama lain.

Kebahagiaan puncak akan diraih melalui empat keutamaan, yaitu keutamaan teoretis, berfikir, moral, dan keutamaan praksis-kreatif yang harus dijalankan secara praksis agar mencapai kebahagiaan tertinggi dan haqiqi. 

Keempat tokoh tersebut memiliki perbedaan dan karakteristik masing-masing dalam memaknai dan memaparkan filsafat kebahagiaan, namun masih ada korelasi kesamaan.

Apakah gagasan-gagasan para filsuf diatas tentang kebahagiaan masih relevan dengan kondisi manusia di abad 21 yang serba instan ini?

Mari renungkan dengan bijaksana

Apa yang saya ceritakan merupakan pemaknaan individual sebagai seorang yang baru belajar filsafat. Dan pemaknaan masing-masing orang itu berbeda, karena manusia itu unik. Bisajadi apabila kawan-kawan yang giliran baca buku ini, pemaknaannya jauh lebih bagus daripada saya. Tidak apa apa, ayo segera membaca biar bertambah ilmu pengetahuannya. Hehe..

Ada kutipan bagus tentang Kebahagiaan, mari renungkan.



Nikmat kebahagiaan dari hal-hal sederhana. 

(Albert Einstein)


Orang yang tidak merasa bahagia dengan yang sedikit, selamanya tidak akan menemui kebahagiaan.

(Abikors)


Rabu, 16 Juni 2021

22:22 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SURYA MALAM HARI #2

  Diharapkan untuk membaca part 1 terlebih dahulu, ya. . . . Tepat ketika Dea berangkat pulang dari Stasiun Bandung pukul 15.45 WIB kemarin,...